REKAM DATA e-ktp DI BALAI PERTEMUAN DESA KEDUNGJARAN / GEDUNG BUMDes PADA SENIN 20 NOVEMBER 2017

Senin, 05 Januari 2015

Jalan masih Berliku, UU DESA.


Berangkat dari depan Pasar Hewan Kebon Agung Kajen, iring-iringan Perangkat Desa sekabupaten Pekalongan yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia ( PPDI ) Kab. Pekalongan mengawali Longmarch menuju gedung DPRD Kab. Pekalongan. Senin, 5 Januari 2014 pukul 11.00 Wibb dimulailah langkah tegap para Perangkat yang berjumlah sekitar 1500-an orang.

Pimpinan PPDI Sdr. Nanang yang juga perangkat Desa Kebong Agung Kajen menyampaikan gerakan mereka dilatar belakangi kesejahteraan yang dijanjikan melalui UU DESA ternyata tak terbukti. Terlebih berbagai ketidak adilan telah lama mereka rasakan seperti tak adanya Tunjangan asuransi Kesehatan dan Dana Purna Tugas. Semula ada harapan dengan disahkannya UU Desa ada perubahan namun ternyata yang diterima justru semakin menyengsarakan, terlebih aturan yang mengharuskan Bengkok yang merupakan penghasilan mereka selama ini dicabut dan dimasukkan sebagai Pendapatan asli desa.

Tiba di gedung Dewan sekitar pukul 13.00 Wibb, di sana telah menunggu rombongan Kepala Desa Kabupaten Pekalongan Bahurekso yang dikomandoi oleh Daryanto. Kepala Desa sekabupaten Pekalongan melalui Bahurekso rupanya satu padu dengan apa yang diperjuangkan PPDI.

Dipimpin ketua DPRD Pekalongan Ibu Hj, Hindun audiensi pada siang itu dihadiri seluruh Pimpinan Komisi A, B, C dan D. Dari Pemda nampak Asisten 1 Bupati pekalongan Bapak Yoyon didampingi Kabag Tapem Bapak Budi, Ketua BPMPKB Bapak Totok dan staf.

Aspirasi PPDI yang kurang lebih ada 12 poin dibacakan runut, yang garis besarnya Kesejahteraan Perangkat harus meningkat dan Hak Hidup Layak sesuai kewajiban yang dipikul harus sepadan. Juga diusulkan mengenai keberadaan Sekdes PNS yang kadang menjadi Super Power diatas Kades dan perangkat lainnya.

Dari Bahurekso diwakili Bp. Daryanto Kades Nyamok, Sudiyono Kades Paninggaran dan Saridjo Kades Kedungjaran sebagai juru bicara didampingi Kusnoto, Sarwo gangsar dan kades lainnya. Bahurekso singkat menyampaikan agar diberi Toleransi terhadap pelaksanaan UU Desa selama 3 prasyarat utama diberlakukannya UU Desa belum terpenuhi yaitu Transfer Desa 1,4 milyar, Payung Hukum yang Jelas dan Kekinian Data yang berpengaruh pada besar kecilnya perolehan Dana desa.

Juga disampaikan disparitas atau perbedaan yang sangat jauh penerimaan antar desa dimana ada 1 desa menerima 407-an juta sedang desa lain hanya menerima sekitar 30-an juta. Hal ini dikarenakan data yang dipakai adalah data th 2011 yang jelas sudah tak tepat lagi karena pasti ada berbagai perubahan situasi sosial ekonomi dan jumlah penduduk di suatu desa.

Hal itulah yang menjadi pokok pikiran dari Kepala Desa kedungjaran bahwa pelaksanaan UU Desa belum siap dan harus ada Toleransi berupa tak dimasukkannya Tanah bengkok menjadi Kekayaan desa dan tetap sebagai Tunjangan / penghasilan lainnya dari Kades dan perangkat. Ini pula dikarenakan Penghasilan Tetap yang diberikan negara ternyata masih sangat jauh dari ideal, seyogyanya ada peningkatan tapi dengan UU Desa justru ada penurunan drastis. Bayangkan siltap Kades Randu Mukti Waren hanya Rp.2,4.jt sedang sebelumnya dengan bengkok ia bisa mendapatkan Rp.15.jt perbulan.

Terjadi kebuntuan karena ternyata Pemda berpegang pada aturan yang padahal banyak merugikan, sedang Dewanpun masih memerlukan pengkajian lebih dalam mengenai hal tersebut. Hanya ada Suara yang benar-benar mewakili Rakyat dari wakil-wakilnya di dewan. Bapak Riswud, Bapak Heri dan Bapak Sabdo. Mereka bertiga berprinsip segala aturan dan perundang-undangan adalah semata-mata untuk memperbaiki dan meningkatkan kwalitas obyek hukum, tidak justru menyengsarakan dan membuat lebih buruk. Maka harus segera di revisi dan diupayakan utk memperbaikinya.

Perbincangan berjalan alot hingga saling Interupsi, sementara diluar masa mulai memanas dan melakukan Bakar baju Dinas. Mereka kecewa terhadap apa yang selama ini dijanjikan hanyalah angin surga. Ujungnya mereka tetap menjadi Ujung Tombak dan ujung Tombok Pembangunan.

Kata saridjo, nonsens menuntut Pemerintah Desa utk menjalankan Pemerintahan dan Pembangunan yang baik dan bertanggungjawab tanpa juga meningkatkan kesejahteraan Pelaku Pemerintahan dan pembangunan tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar