REKAM DATA e-ktp DI BALAI PERTEMUAN DESA KEDUNGJARAN / GEDUNG BUMDes PADA SENIN 20 NOVEMBER 2017

Sabtu, 09 Mei 2015

Desa tanpa Dana Desa

Beberapa hari ini adalah hari yang sesungguhnya bagitu dinanti-nanti oleh pelaku pembangunan di desa. Bagaimana tidak, sesuai amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bulan April adalah waktu pencairan Dana Desa Tahap pertama. Namun ternyata, hingga pertengahan mei dana desa tak kunjung dicairkan.

Ada kegamangan yang luar biasa dari Pemerintah Pusat mensikapi pemberlakuan Dana Desa ini. Dari mulai ketidakpastian Peraturan pelaksanaan hingga Pengampu kebijakan Desa yang tumpang tindih antara Kementrian Dalam Negeri di bawah komando Cahyo Kumolo dan Kementrian Desa, Transmigrasi dan daerah tertinggal.

Keadaan tersebut diperparah dengan ketidaksamaan sikap dan cara pandang para pengambil kebijakan terhadap permasalahan mendasar yang ada di desa. Mulai dari ketidaktahuan mengenai tanah bengkok yang ternyata terdiri dari berbagai istilah dan peruntukannya yang berakibat antar Departemen mengeluarkan Surat Edaran yang saling bertentangan. Pelaku Desa semakin kebingungan, dan dana desapun tak kunjung tiba.

Sesungguhnya, kebijakan dana desa adalah hal mudah. Tergantung adakah Keberanian dan Kerelaan untuk melepaskan Kue nan lezat ini langsung ke desa. Karena sudah menjadi rahasia umum betapa selama ini Pembangunan adalah kue yang menjadi rebutan dan ladang perolehan tidak saja oleh eksekutif namun dari kalangan Legislatif melalui Dana Aspirasinya. Padahal nilai pencapaian program tanpa penyimpangannya teramat pantas untuk ditanyakan ( tengok kasus Dirjend ESDM ).

Banyak kalangan yang selama ini menikmati kue ini, begitu kwatirnya hingga seperti satu komando mendengungkan ketidaksiapan Para Pelaku Dana Desa terutama Kepala Desa akan ramai-ramai masuk bui. Padahal dengan pelatihan yang cukup, aturan yang pasti dan pengawasan yang tegas dan transparan maka 100 % Desa dan pelakunya siap melaksanakan dana desa.

Kian miris ketika dana desa yang digadang-gadang 1,4 atau secara resmi adalah 10 % dana transfer ke daerah dari APBN hingga detik terakhir tak ada keberanian untuk mencukupi dananya. Dengan alasan terbatasnya dana, namun dengan gamblang pada waktu bersamaan banyak dana dianggarkan untuk program yang lain hingga kenaikan gaji pns dan gaji ke-13.

Setali tiga uang dengan Pemerintah pusat, rata-rata Pemerintah Daerahpun tak punya keberanian untuk mengalokasikan Anggaran Dana Desa ( ADD ) untuk desanya secara maksimal. Selama ini mereka bermain aman dikisaran minimal 10 % dari Dana Perimbangan dikurangi DAK sesuai amanat Undang-undang. Padahal bila ada keberanian dari Legislatif dan Eksekutif bisa saja tiap Desa menerima Dana ADD hingga 1 milyar perdesa.

Sebagai contoh, untuk Kabupaten Pekalongan dengan APBD hingga 1,6 trilyun dan dana perimbangan mencapai 900 milyar. Kabupaten Pekalongan hanya berani mengulirkan dana ADD sebesar 89 milyar untuk 272 desa, dengan tetap mengalokasikan sebagian besar Dana Pembangunan pada Dinas-dinas yang mereka miliki. Padahal bila berani, hanya 272 milyar maka permasalahan pembangunan di desa akan terselesaikan dari sarana prasarana dasar hingga pelayanan pendidikan, kesehatan dan sosial kemasyarakatan.

Pilkada sudah dekat, kita tunggu siapakah Calon yang berani membawa masalah ini menjadi program kerjanya maka ia benar-benar Pionir Pembangunan.

0 komentar:

Posting Komentar