REKAM DATA e-ktp DI BALAI PERTEMUAN DESA KEDUNGJARAN / GEDUNG BUMDes PADA SENIN 20 NOVEMBER 2017

Jumat, 10 Juli 2015

Suara Petani ketika Kekeringan Melanda



Inilah Suara Petani yang disuarakan pada Audiensi Petani dengan PSDA ESDM Kabupaten Pekalongan pada Hari Kamis, 9 Juli 2015 yang berlangsung di aula PSDA ESDM Kabupaten Pekalongan di Sragi



MENGUAK MISTERI
MENCARI SOLUSI
AGAR AIR MENGALIR SAMPAI JAUH

Sangat benar bahwa Indonesia Negara Agraris, atau negara Pertanian. Hal ini terlihat dari luasnya hamparan lahan pertanian dan banyaknya Penduduk yang menggantungkan mata pencahariannya di sektor pertanian. Tercatat pada th 2003 tak kurang dari 31,7 juta jiwa sebagai petani langsung, belum yang terlibat tak langsung baik dari sektor pemasaran, produksi, pabrik pupuk, obat-obatan dan lainnya.

Namun ternyata pada tahun 2013 turun pada angka 26,13 juta atau rata-rata pertahun terjadi penurunan sebesar 1,75 %. Sebuah angka yang mengkwatirkan ditengah upaya gencar Pemerintah yang menargetkan pada tahun 2017 sebagai Tahun Swasembada Pangan. Karena otomatis, berkurangnya jumlah petani sangat berpengaruh pada angka akhir hasil panen atau angka produksi.

Keadaan di atas disebabkan kenyataan bahwa pertanian tak lagi menarik untuk digeluti. Hal ini disebabkan antara lain :
1.   Kesejahteraan Petani yang semakin menurun, disebabkan biaya semakin tinggi namun tak sebanding dengan harga jual hasil panen.
2.     Biaya Produksi dari Bibit, Obat, tenaga kerja semakin mahal dan langka.
3.     Masih Kurangnya Subsidi Pertanian, adapun terkadang tak menyentuh pada kebutuhan pokok.
4.     Hal Utama, Pengairan yang tak memadai.

Pada kesempatan Siang hari ini, sesuai agenda Audiensi kami khusus menyoroti masalah Pengairan. Yang secara hukum kewajiban dan wewenang ada pada PSDA ESDM.

Berbicara mengenai Pertanian khususnya Pertanian pangan dalam hal ini tanaman padi, air merupakan kebutuhan utama. Walau Tanaman padi bukan tanaman air, namun tanpa air yang mencukupi maka mustahil menanam padi varietas lahan basah. Mulai dari masa pengolahan lahan, pembibitan hingga masa pengisian bulir, tanaman padi sangat tergantung pada air.

Pada Musim penghujan, wilayah Sragi berkelebihan air. Permasalahan timbul ketika memasuki musim kemarau. Hampir semua wilayah Pekalongan mengalami kesulitan pengairan. Khusus Sragi tercatat dari 17 Desa dan kelurahan ada
-       5   Desa yang Rawan Kurang air meliputi Purworejo, Gebangkerep, Purwodadi,  Bulakpelem, Sragi, Tegal suruh.
-        2   Desa Kritis yaitu Kedungjaran dan Klunjukan, terbantu mutlak dari Pompa Diesel.
-        1   Kolaps yaitu Tegalontar, Total gagal tanam lanjut.

Hal ini ternyata disebabkan 3 masalah utama :
1.  Rusaknya jaringan Irigasi,
2.  Tak berjalannya tatakelola irigasi secara baik dan benar,
3.  Kekurangsadaran Petani Pengguna Air untuk menjaga Sarana Prasarana Irigasi dan kekurangmauan petani untuk berbagi kepada sesama petani.

Pada era tahun 1900-an, kita tentu masih ingat dimana air bisa mengalir hingga keujung-ujung jaringan irigasi. Jalur Purwodadi-sragi sering luber, Kedungjaran-Klunjukan anak-anak kecil banyak yang bermain perahu gedebok pisang. Banyak Jalan desa disepanjang jalur irigasi becek karena luberan air.

Tahun 2000-an semua tinggal kenangan, bahkan pada musim penghujanpun jaringan irigasi klunjukan kedungjaran tak pernah teraliri air dari Bendung Gembiro atau Brondong. Semua tinggal kenangan. Melalui penelusuran kami, dan hasil temuan tersebut sudah kami sampaikan ke Balai Besar Sungai Pemali – Comal di Tegal serta Balai Besar Sungai Pemali – Juwana disebabkan kerusakan parah pada Saluran Irigasi PL 1 – PL 12.

Terparah adalah Saluran di Desa Kemelun di mana Lantai Saluran yang selebar 4 meteran, tinggal 1 meter yang bisa dialiri air karena adanya lubang besar. Otomatis debit air tak bisa maksimal. Belum dititik-titik lain banyak kerusakan yang ditenggarai sengaja dilakukan oknum dengan tujuan mengairi sawahnya.

Berbagai Proposal sudah kami kirim, namun entah mengapa tak ada perbaikan yang signifikan. Yang ada adalah dihadapkannya petani terhadap berbagai aturan yang merupakan pembenaran bagi Instansi terkait dalam hal ini PSDA ESDM Kabupaten Pekalongan untuk hanya menerima pelaporan kerusakan dan normatif menjawab bahwa kerusakan tersebut kewenangan Provinsi dan Pusat.

Sudah dihadapkan pada berbagai permasalahan mahalnya bibit, kelangkaan pupuk, mahalnya obat-batan dan biaya kerja. Ditambah berbagai prosedur yang rumit dalam mengatasi masalah pengairan. Dibandingkan PSDA ESDM, Dinas Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Pekalongan lebih proaktif dan berpihak pada petani dengan berbagai info Program baik dari tingkat Pusat dan Provinsi dibarengi dengan pendampingan agar kelompok tani mendapatkan bantuan. Tinggal dari PSDA ESDM sebagai Instansi yang berwenang dalam pengairan untuk meningkatkan perhatiannya.

Harga mati agar Sarana Prasarana Irigasi agar segera diperbaiki, kalaupun ada yang merupakan wewenang pusat atau provinsi tolonglah kami dibantu. Baik bilamana ada program maupun bisa dikawal oleh PSDA ESDM agar Sarana Prasarana Irigasi di Kecamatan Sragi dan Kesesi segera diperbaiki.

Karena bila tidak, pasti akan jatuh korban bergelimpangan di dunia Pertanian. Tak saja petani yang beralih profesi ke bidang lain, atau petani yang hidup segan mati tak mau seperti ditegalontar. Atau bentrokan antar petani yang terpaksa adu fisik memperebutkan setetes air. Bukan rahasia bila selama ini sering terjadi adu mulut dan saling ancam dengan kekerasan fisik namun bisa diselesaikan melalui mediasi kepala desa. Namun bila ini dibiarkan berlarut-larut, dan sembur kepala desa tak lagi ampuh tak mustahil akan jatuh korban.

Maka Forum Musyawarah Petani Sragi mewakili petani yang ada di kecamatan Sragi memohon, meminta dan menuntut :
1.      Segera Perbaiki Sarana Prasarana yang Rusak.
Baik yang merupakan wewenang Kabupaten maupun Provinsi bahkan Pusat, adalah kewajiban PSDA ESDM dan Instansi terkait untuk menyelesaikannya.
2.  Bangun Kebijakan yang Terintregrasi antar Intansi, dalam hal ini PSDA ESDM, Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan, Keamanan Polri dan TNI dan lainnya.
a.    PSDA memperbaiki Sarana Prasaranan dan Tata Kelola Irigasi
b. Dinas terkait melakukan Koordinasi-konsolidasi untuk pengawasan, perawatan dan pencegahan perusakan oleh oknum tak bertanggungjawab berupa Hukuman bagi petani yang membobol Saluran Irigasi, maka kelompok taninya dianulir dari daftar penerima bantuan.
c.  Keamanan, bertindak sesuai hukum untuk melakukan Sosialisasi Aturan akan Larangan perusakan dan Hukuman bila ada oknum yang melakukan perusakan. Bersama-sama Instansi PSDA ESDM dan Muspika, Muspida secara berkala melakukan pengawasan bersama terhadap Sarana Prasarana Irigasi.
3.  Bangun Koordinasi Konsolidasi antar GAPOKTAN dan P3A serta Dharma Tirta, agar terbangun komunikasi yang baik untuk menciptakan Pola Atur Tata Kelola Pembagian Air secara Berimbang, baik dan benar.
4.      Subsidi Pajak, agar tanah Sawah yang memang tak teraliri Irigasi bisa dibebaskan dari Pajak.

Terlebih untuk Desa-desa yang tersebut di atas telah diputuskan sebagai Kawasan Pertanian berkelanjutan. Dengan Harapan luasan areal persawahan tak semakin berkurang karena alih fungsi lahan. Maka kewajiban Pemerintah untuk memberi Suplemen Subsidi dan perhatian khusus agar Petani bisa tambah semangat mengolah lahannya. Salah satunya kemudahan akan Pengairan, kalaupun sulit air maka solusi jangka pendek berupa Pinjaman Pompa-pompa air.

Tentu ini solusi jangka pendek yang tak boleh dijadikan kebijakan berkelanjutan mengingat betapa mahalnya Pengairan memakai System Pompa Diesel. Untuk Desa Kedungjaran dengan luasan wilayah 100 HA, dari pengolahan awal lahan hingga tanam bibit umur 1 minggu, dengan 4 Pompa Besar telah menghabiskan hingga 20-an juta. Diluar biaya service, penyiapan alat-alat Diesel serta Tenaga kerja Pengatur air. Dalam 1 masa tanam musim kemarau paling tidak butuh 70 – 90 juta rupiah. Itupun masih banyak Petani yang secara mandiri menyedot air dengan Pompa Air kecil.

Sudah Biaya sedot mahal, ketika disalurkan harus melewati Saluran Air dengan kondisi Rusak. Maka air yang bisa sampai hanya sekitar 60 – 70 %, sisanya terbuang karena rembesan di sana-sini. Seandainya Sarana Prasarana Irigasi baik, maka kerugian petani bisa diperkecil.

Maka Solusi utama adalah perbaikan, baik Sarana Prasarana Irigasi maupun Tata Kelola secara bersinergi dan berkelanjutan.

Jangan suatu wilayah dijadikan Wilayah Pertanian berkelanjutan dimana ada kewajiban untuk mempertahankan sawah guna menunjang peningkatan produksi pangan, namun pengairannya tak tercukupi.

Bila Pengairan Lancar dan Petani Semangat maka Swasembada Pangan di tahun 2017 bukan hanya mimpi di siang bolong.

1 komentar:

  1. Sangat di sayangkan ketika Tim Kepala Desa dan PSDA Kab. Pekalongan menindaklanjuti hasil Rapat Dengar Pendapat tersebut dengan mendatangi Kantor Balai Sungai Pemali Comal di Tegal, tim mendapat jawaban yang tak menggembirakan.

    Kepala Balai Bapak Kasmono justru menambah beban pikiran para kepala desa dengan carut marut kebijakan yang ada. Lalu pertanyaannya, harus mengadu kepada siapa untukmengatasi masalah ini

    BalasHapus