REKAM DATA e-ktp DI BALAI PERTEMUAN DESA KEDUNGJARAN / GEDUNG BUMDes PADA SENIN 20 NOVEMBER 2017

Sabtu, 02 April 2016

Prona, didamba warga dihindari kepala desa.

Ada sebuah program yang saat ini menjadi trendsetter di dunia pemberitaan. Hingga begitu menariknya hingga seorang kepala desa penerima program diperlakukan layaknya seorang selebritis, banyak yang datang untuk wawancara. Atau beberapa silaturahmi dengan tujuan mulia mengawal proses program agar tak menjadi proyek bancakan untuk keuntungan beberapa pihak.

Memang tak bisa dipungkiri, karena ketidaktahuan akan sebuah produk hukum. Atau bahkan karena kenekatan seorang kepala desa sebuah program yang luar biasa sengaja dijadikan pintu masuk untuk mengeruk keuntungan sesaat.

Prona, atau Program Nasional Agraria. Sebuah program nasional yang digagas oleh Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional yang ditujukan untuk membantu kalangan ekonomi menengah kebawah dalam mencatatkan hak kepemilikannya atas lahan yang dimilikinya. Sebuah program bantuan administrasi yang didanai dari dana Dipa / APBN, dimana biaya pencataan dan tahapan administrasi di kantor BPN ditanggung pemerintah alias gratis. Akan tetapi pemohon prona tidak serta merta gratis secara keseluruhan, karena pemohon wajib menyediakan patok batas, blangko, materai dan bukti peralihan hak dari desa atau notaris. 

Nah disinilah ada celah yang dimanfaatkan kepala desa nakal untuk menguntungkan diri sendiri. Tak jelasnya standarisasi harga pengadaan untuk patok, materai dan sebagainya lalu beralaskan atas kesepakatan warga pemohon biasanya pengenaan biaya prona di level pemohon terjadi variasi yang berbeda-beda.
Terjadilah tarik ulur perdebatan. Mulai dari mengejar kewajaran harga pengadaan dan sisa dana yang harus dipertanggungjawabkan. Hingga pemahaman tak boleh disatukannya kegiatan prona dengan kegiatan lain berbasis masyarakat.

Tentu kita sepakat, pungli dengan dalih apapun tak boleh karena berujung dirugikannya pihak masyarakat. Namun kita juga harus menerima dan mendukung bila ada kegiatan swadaya yang dibarengkan dengan sebuah program asal perencanaan dan peng-spj-annya jelas dan transparan.

Maka menjadi tanggungjawab kita bersama untuk menyatukan cara pandang terhadap permasalahan prona agar program yang dinanti-nanti masyarakat kecil ini tetap berjalan, namun tanpa memakan korban para pelaku prona yaitu kepala desa dan perangkatnya terpaksa berurusan dengan pihak berwajib.

0 komentar:

Posting Komentar