Jalan Longsor di Kedungjaran |
Ada angin segar yang berhembus akhir bulan Januari 2015, setelah beberapa waktu lalu Pemerintah Desa disuguhi pil pahit akan disparitas perolehan dana desa yang antar desa yang satu dengan desa yang lain sangat besar selisihnya. Bayangkan ada satu desa yang hanya memperoleh 300-an juta sedang desa lain mendapat hingga 2,7 milyar.
Hal ini pulalah yang menggerakkan Bahurekso Pekalongan mengadakan demo mendukung PPDI Pekalongan. Selain kesejahteraan hal utama yang diusung oleh Bahurekso adalah Pemerataan Dana Desa hingga tak menimbulkan kesenjangan antar desa. Disampaikan oleh Saridjo selaku perwakilan bahwa bila PP 60 th 2014 tetap dilaksanakan maka Desa akan berlomba-lomba memiskinkan desanya dan akan saling menutup akses antar desa karena pembagian yang tak merata.
Terakhir tersiar kabar bahwa Pemerintah telah merevisi ketentuan pengalokasian dana desa
untuk setiap kabupaten/kota yang diatur dalam Bab III Pasal 11 Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Langkah ini diambil untuk
menghindari terjadinya disparitas yang besar antardesa dalam
pengalokasian dana desa.
Direktur Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
Teguh Budiarso menjelaskan, sebelum revisi, pengalokasian dana desa
harus memerhatikan jumlah penduduk, luas wilayah, dan angka kemiskinan,
dengan bobot berbeda serta tingkat kesulitan geografis. Apabila ini
diterapkan, kata dia, akan terjadi disparitas dana desa antar desa dalam
satu kabupaten/kota atau antar desa di provinsi.
Dalam PP itu dijelaskan, jumlah penduduk, luas wilayah, dan angka
kemiskinan dihitung dengan bobot masing-masing 30% untuk jumlah penduduk
kabupaten/ kota, 20% untuk luas wilayah kabupaten/ kota, dan 50% untuk
angka kemiskinan kabupaten/ kota. Sedangkan tingkat kesulitan geografis
ditunjukkan oleh indeks kemahalan konstruksi. Padahal, masing-masing
desa pasti memiliki jumlah penduduk, luas wilayah, dan angka kemiskinan
yang berbeda-beda.
“Revisi PP 60/2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak memuat persentase antara
bagian dana desa yang dibagi rata dan bagian alokasi yang di
distribusikan berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, angka
kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis,” kata Budiarso, Sabtu
(24/1).
Kemenkeu telah membuat simulasi untuk melihat bagaimana pengalokasian
yang adil dan merata. Misalnya, dari total dana desa Rp 20 triliun, 90%
akan dibagi rata per desa. Sedangkan 10% lainnya akan dibagi berdasarkan
formulasi yang ditetapkan dalam PP. Berdasarkan simulasi, prosentase
yang sesuai akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Kalau dibiarkan murni akan ada disparitas dana yang besar. Revisi ini
sudah difinalisasi dan akan disampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM.
Kemudian akan ditetapkan dalam PP yang baru dalam waktu dekat. Terkait
prosentase simulasi akan diikuti dalam peraturan Menteri Keuangan (PMK)
karena ini lebih operasional,” kata Budiarso.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat dengan
Badan Anggaram (Banggar) DPR mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa, besaran alokasi anggaran yang peruntukannya
langsung ke desa ditentukan 10% dari dan di luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap.
Selain berasal dana transfer daerah dalam APBN, dana desa pun bersumber dari bagian hasil pajak dan retribusi daerah (PDRD) kabupaten/ kota, dana perimbangan yang diterima kabupaten/ kota. Kemudian, bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi serta anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/ kota, hibah, dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, serta lain-lain pendapatan desa yang sah.
Adapun transfer dana desa akan dilakukan melalui Kemenkeu sebagai bendahara umum negara kepada desa yang bersangkutan melalui kabupaten. Dalam hal ini, kabupaten tidak boleh memotong satu sen pun dari anggaran tersebut. Pemerintah menargetkan pembagian dana desa sebesar Rp 1,4 miliar kepada 74.093 desa akan rampung pada 2017.
“Setiap desa akan menerima Rp750 juta. Baru tahun depan (2016) itu mencapai Rp 1 miliar dan kemudian Rp 1,4 miliar akan terpenuhi sekitar 2017. Bertahap kami tingkatkan alokasinya dengan memperhatikan keuangan negara,” ujar Bambang.
Budiarso menjelaskan, rata-rata per desa menerima RP 750 juta berasal dari akumulasi berbagai sumber dana desa. Khusus dari APBN perubahan menyumbang sekitar Rp 270 juta per desa. Jadi, Rp 20 triliun untuk 74.093 desa.“Rata-rata per desa Rp 750 juta itu termasuk yang berasal dari APBD kabupaten/kota dalam bentuk alokasi dana desa (ADD), yaitu 10% dari dana perimbangan di luar DAK ke kabupaten/ kota. Dari APBN sendiri rata-rata per desa sekitar Rp 270 juta,” jelas Budiarso.
Pemerintah, menurut Bambang, mengusulkan agar penggunaan dana desa dapat menggunakan dua pola yang pernah digunakan sebelumnya. Pola tersebut, yakni Program Nasional Penanggulan Kemiskinan (PNPM) terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Atau dengan Program Percepatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Selain berasal dana transfer daerah dalam APBN, dana desa pun bersumber dari bagian hasil pajak dan retribusi daerah (PDRD) kabupaten/ kota, dana perimbangan yang diterima kabupaten/ kota. Kemudian, bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi serta anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/ kota, hibah, dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, serta lain-lain pendapatan desa yang sah.
Adapun transfer dana desa akan dilakukan melalui Kemenkeu sebagai bendahara umum negara kepada desa yang bersangkutan melalui kabupaten. Dalam hal ini, kabupaten tidak boleh memotong satu sen pun dari anggaran tersebut. Pemerintah menargetkan pembagian dana desa sebesar Rp 1,4 miliar kepada 74.093 desa akan rampung pada 2017.
“Setiap desa akan menerima Rp750 juta. Baru tahun depan (2016) itu mencapai Rp 1 miliar dan kemudian Rp 1,4 miliar akan terpenuhi sekitar 2017. Bertahap kami tingkatkan alokasinya dengan memperhatikan keuangan negara,” ujar Bambang.
Budiarso menjelaskan, rata-rata per desa menerima RP 750 juta berasal dari akumulasi berbagai sumber dana desa. Khusus dari APBN perubahan menyumbang sekitar Rp 270 juta per desa. Jadi, Rp 20 triliun untuk 74.093 desa.“Rata-rata per desa Rp 750 juta itu termasuk yang berasal dari APBD kabupaten/kota dalam bentuk alokasi dana desa (ADD), yaitu 10% dari dana perimbangan di luar DAK ke kabupaten/ kota. Dari APBN sendiri rata-rata per desa sekitar Rp 270 juta,” jelas Budiarso.
Pemerintah, menurut Bambang, mengusulkan agar penggunaan dana desa dapat menggunakan dua pola yang pernah digunakan sebelumnya. Pola tersebut, yakni Program Nasional Penanggulan Kemiskinan (PNPM) terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Atau dengan Program Percepatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Dikutip dan di Edit dari RADAR PENA
0 komentar:
Posting Komentar