REKAM DATA e-ktp DI BALAI PERTEMUAN DESA KEDUNGJARAN / GEDUNG BUMDes PADA SENIN 20 NOVEMBER 2017

Launching Desa Sadar Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Dalam upaya melindungi warga Desa Kedungjaran dari resiko kesehatan, kecelakaan kerja dan Kematian. Desa Kedungjaran menggalakkan kesadaran warga untuk ikut dalam program Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan.

Pelantikan Sekretaris Desa

Laelatun Nadifa dilantik dan diambil sumpahnya oleh Kepala Desa Kedungjaran Saridjo untuk menjalankan tugas menjadi Sekretaris Desa di Kedungjaran

Pemilu Serentak 2019

Pemilihan Umum Serentak yang menyatukan kegiatan Pemilihan Legislatif sekaligus Pemilihan Presiden untuk pertama kalinya dilakukan di Indonesia pada Rabu 17 April 2019

Penyerahan Sertifikat Prona

Penyerahan Sertifikat Prona untuk warga Kabupaten Pekalongan dilakukan serentak di Pendopo Rumah Dinas Bupati Pekalongan

Perpustakaan Terbaik IT

Kepala Desa Kedungjaran menyampaikan Masukan dihadapan penggiat Literasi Indonesia yang tergabung di Perpuseru untuk mengkuti tahapan Pengusulan di Musyawarah Desa guna memasukkan Perpustakaan yang bisa didanai dari Dana Desa.

Pelantikan BPD Masa Bhakti 2019 - 2025

Setelah dipilih dari perwakilan masyarakat masing masing dusun, anggota BPD desa Kedungjaran dilantik serentak di aula kecamatan sragi pada Rabu 26 Juni 2019

Pencanangan Pilkades Amanah, Pilkades tanpa Money Politik

Pelantikan Panitia Pemilihan Kepala Desa ( P2KD ) 2019 di Desa Kedungjaran, sekaligus dicanangkan Pilkades Amanah yang melarang Praktek Bom Boman atau Pemberian Uang dengan sebebas bebasnya.

Kunjungan Wakil Menteri Desa PDTT Ari Budi Setiadi

Wakil Menteri Desa PDTT Republik Indonesia melakukan Kunjungan Kerja di Desa Kedungjaran untuk mencari tahu sejauh mana pemanfaatan Dana Desa untuk Pemberdayaan dan Pembinaan Masyarakat Desa .

Rabu, 06 April 2016

Sosialisasi TP4D Kegiatan Legalisasi aset


Bertempat di aula Badan Pertanahan nasional Kabupaten Pekalongan di Wiradesa pada Hari Selasa 5 April 2016 dilakukan Sosialisasi PendampinganTim Pengawal Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah ( TP4D ) kabuapaten Pekalongan dalam kegiatan legislasi aset berupa kegiatan Prona tahun 2016 di kabupaten Pekalongan.

Seperti kita ketahui bersama, Legislasi aset berupa penerbitan Sertifikat Hak Milik atas aset yang dimiliki keluarga miskin di kabupaten Pekalongan dikucurkan ke 22 desa dari 272 desa. Dari 22 desa yang mendapat program Prona total jumlah bidang yang diusulkan adalah 3500 petak. Adapun masing masing desa mendapat sesuai pengajuan proposal sebelumnya.

Kegiatan sosialisasi tersebut yang diadakan oleh BPN Kabupaten pekalongan bekerjasama dengan TP4D bertujuan memberi pendampingan agar desa penerima prona tak terjerumus pada kesalahan klasik melakukan pungli terhadap warga penerima prona.

Bahwa memang menjadi kebiasaan penerima prona diminta biaya untuk pembelaian patok, materai, blangko dengan harga di atas batas kewajaran. Besarannya berkisar antar 650 - 800 ribu. Adapun perbedaan yang mencolok tadi biasanya dibarengi kegiatan swadaya desa yang ditujukan untuk kegiatan sesuai kesepakatan warga penerima program.

Hal inilah yang dilarang keras oleh TP4D yang diketuai oleh Bapak Slamet Hariyadi dari Kejaksaan. Jangan sampai penerima prona yang notabene adalah warga miskin dibebani dengan pungutan-pungutan dengan alasan apapun, bahkan ketika kegiatan tersebut dipayungi perdes sekalipun.

Acara yang dihadiri ke-22 desa berlangsung interaktif karena pada kenyataannya sosialisasi secara detil dilihat dari aspek hukum baru pada hari itu dilakukan. Rata-rata setiap desa sudah terlanjur memungut dana dari penerima program dan memakai sisa dana untuk pembangunan sesuai kesepakatan warga.

Menurut beliau tak ada jalan lain bagi desa agar tak terjerat hukum yaitu mengembalikan dana yang terlanjur di terima dan dikelola tim atau pelaksana prona di desa.

Senin, 04 April 2016

Ayo Menikah ! Gratis Loh.

Lebaran sudah dekat, Alhamdulillah kumpul dengan sanak keluarga. Maklum desa kedungjaran mayoritas merantau di luar kota khususnya Jakarta dan sekitarnya. Selain kumpul keluarga, saudara ada kebiasaan yang menjadi adat. Apakah itu ?.
Hajatan. Ya hajatan menjadi fenomena tersendiri pada pasca lebaran. Memang pada pasca lebaran di bulan syawal adalah waktu yang tepat bagi seseorang mengadakan acara hajat, baik sunatan - bangun rumah dan pasti yang teramai adalah pernikahan. Mengapa harus pasca lebaran ?, karena pada saat itulah keluarga dan handai taulan kumpul.
Kabar gembira bagi yang ingin melangsungkan akad nikah namun terkendala oleh masalah keuangan, sudah 1 tahun ini Pemerintah memberikan pelayanan Gratis bagi pasangan yang menikah di Kantor Urusan Agama (KUA). 
Setiap warga Negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk” bunyi Pasal 5 point (1) PP Nomor 19 Tahun 2015.
Penegasan bahwa tanpa ada biaya dalam melangsungkan pernikahan juga diulangi pada Pasal 5 point (2) PP Nomor 19 Tahun 2015 yang berbunyi : “Terhadap warga Negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah)”.
Agar Peraturan Pemerintah ini dapat berjalan dengan baik, pihak Inspektorat Jendral Kementrian Agama RI meminta kepada masyarakat untuk melakukan aduan jika dalam pelaksanaanya masih ada biaya. 
Akan tetapi tentu harus disadari, ada biaya lain yang harus dikeluarkan seseorang ketika mengurus surat - surat pranikah. Maka setiap desa dengan kebijakan masing-masing desa masih mengenakan ongkos yang antara lain untuk melengkapi berkas-berkas. Ada rencana untuk kedungjaran biaya tersebut akan di konversi menjadi kewajiban calon pengantin menanam pohon tanaman keras yang dimaksudkan sebagai upaya menghijaukan bumi dan pelestarian pohon tanaman dan buah-buahan langka.

Sabtu, 02 April 2016

Prona, didamba warga dihindari kepala desa.

Ada sebuah program yang saat ini menjadi trendsetter di dunia pemberitaan. Hingga begitu menariknya hingga seorang kepala desa penerima program diperlakukan layaknya seorang selebritis, banyak yang datang untuk wawancara. Atau beberapa silaturahmi dengan tujuan mulia mengawal proses program agar tak menjadi proyek bancakan untuk keuntungan beberapa pihak.

Memang tak bisa dipungkiri, karena ketidaktahuan akan sebuah produk hukum. Atau bahkan karena kenekatan seorang kepala desa sebuah program yang luar biasa sengaja dijadikan pintu masuk untuk mengeruk keuntungan sesaat.

Prona, atau Program Nasional Agraria. Sebuah program nasional yang digagas oleh Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional yang ditujukan untuk membantu kalangan ekonomi menengah kebawah dalam mencatatkan hak kepemilikannya atas lahan yang dimilikinya. Sebuah program bantuan administrasi yang didanai dari dana Dipa / APBN, dimana biaya pencataan dan tahapan administrasi di kantor BPN ditanggung pemerintah alias gratis. Akan tetapi pemohon prona tidak serta merta gratis secara keseluruhan, karena pemohon wajib menyediakan patok batas, blangko, materai dan bukti peralihan hak dari desa atau notaris. 

Nah disinilah ada celah yang dimanfaatkan kepala desa nakal untuk menguntungkan diri sendiri. Tak jelasnya standarisasi harga pengadaan untuk patok, materai dan sebagainya lalu beralaskan atas kesepakatan warga pemohon biasanya pengenaan biaya prona di level pemohon terjadi variasi yang berbeda-beda.
Terjadilah tarik ulur perdebatan. Mulai dari mengejar kewajaran harga pengadaan dan sisa dana yang harus dipertanggungjawabkan. Hingga pemahaman tak boleh disatukannya kegiatan prona dengan kegiatan lain berbasis masyarakat.

Tentu kita sepakat, pungli dengan dalih apapun tak boleh karena berujung dirugikannya pihak masyarakat. Namun kita juga harus menerima dan mendukung bila ada kegiatan swadaya yang dibarengkan dengan sebuah program asal perencanaan dan peng-spj-annya jelas dan transparan.

Maka menjadi tanggungjawab kita bersama untuk menyatukan cara pandang terhadap permasalahan prona agar program yang dinanti-nanti masyarakat kecil ini tetap berjalan, namun tanpa memakan korban para pelaku prona yaitu kepala desa dan perangkatnya terpaksa berurusan dengan pihak berwajib.